Jika dulu kita hanya mengenal istilah 5 benar atau 6 benar dalam pemberian obat, namun kita semua sudah berubah. Penberian obat yang kita kenal sekarang sudah berkembang menjadi 10 benar. 10 Benar Pemberian Obat (Medication Administration – The Ten Rights) adalah :

1. The Right Medication
2. The Right Dose
3. The Right Time
4. The Right Route
5. The Right Patient
6. The Right Patient Education
7. The Right Documentation
8. The Right To Refuse
9. The Right Assessment
10. The Right Evaluation


Sumber: www.keperawatan.net

Dapatkan ratusan ASKEP di sini hanya Rp 65.000,- LENGKAP dan MURAH!!!
Hubungi : 085696242511
Ya... bandingkan dengan banyaknya waktu dan biaya anda yang akan terbuang untuk mencari bahan referensi tugas keperawatan anda. Di sini, anda hanya mengeluarkan Rp 65.000 (saja) sudah bisa mendapatkan password dari Ratusan ASKEP. Silahkan DOwnload sepuasnya!
Keperawatan Maternitas
Keperawatan Anak
Manajemen Keperawatan
ASKEP CVCU
Interna dan Tumor
ASKEP Mata dan THT
ASKEP Muskulo
Syaraf dan Bedah Syaraf
ASKEP Urologi
Keperawatan Komunitas dan Keluarga
Penyimpangan KDM 1
Penyimpangan KDM 2

Hartini Bai,”Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dalam Keluarga dengan Agresifitas Remaja di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Pasarwajo Kab. Buton Sulawesi Tenggara ”(Yang terdiri atas x + 40 halaman + Lampiran ) yang dibimbing oleh Abdul Haris, S.Kp dan Syahrul Said, S.Kp, Ns

Salah satu faktor yang diduga menjadi sebab timbulnya tingkah laku agresif adalah kecenderungan pola asuh tertentu dari orang tua (child rearing). Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara pola asuh orang tua (otoriter, demokratis dan permisif) dalam keluarga dengan agresifitas remaja yang diasuhnya.
Jenis desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional study. Jumlah sample sebanyak 140 dengan tekhnik pengambilan sample yaitu secara stratified random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuisioner yang menggunakan skala likert. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Pasarwajo Kab. Buton Sulawesi Tenggara mulai tanggal 13 Agustus sampai dengan 15 Agustus 2007.
Hasil Penelitian yang menggunakan uji statistik non parametrik Spearman Rank, didapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara agresifitas remaja dengan pola asuh otoriter (r =0,204; p< 0,000), pola asuh demokratis (r = -0,484 ; p< 0,000) dan permisif (r =0,290; p < 0,000).
Kesimpulan, terdapat hubungan pola asuh orang tua (otoriter, demokratis dan permisif) dengan munculnya perilaku agresif pada remaja.
Saran bagi para orang tua, untuk memperhatikan tentang pengasuhan kepada anak, agar mencegah munculnya perilaku negatif dan membantu menumbuhkan kemampuan untuk bersikap dan berpikir positif bagi anak-anaknya.


Kata Kunci : Pola Asuh Otoriter, Pola Asuh Demokratis , Pola Asuh Permisif, Orang Tua, Agresifitas, Remaja.
Kepustakaan : 23 buah (1993-2007)

Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku Kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan oleh keluarga belum memadai, keluarga seharusnya mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).

Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan terdiri dari :
• Manajemen Krisis
Yaitu asuhan keperawatan saat terjadi kekerasan

• Manajemen Perilaku Kekerasan (MPK)
Yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga.

PENGERTIAN

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).
Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaftif.


Rentang respons marah

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.

Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.

Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.

Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.

Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.


FAKTOR PREDISPOSISI

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4. Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

FAKTOR PRESIPITASI

Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

TANDA DAN GEJALA

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
- Observasi:
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang
- Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

MASALAH KEPERAWATAN

1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah


POHON MASALAH

Resiko mencederai 
orang lain/lingkungan


Perilaku kekerasan


Gangguan harga diri :
Harga diri rendah 


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa : Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan

Tujuan Umum : Klien tidak mencederai orang lain

Tujuan Khusus :
I. Manajemen perilaku kekerasan
Klien dapat :
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan
6. Mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol
7. Mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku 
8. Menggunakan obat yang benar

II. Pada saat perilaku kekerasan
9. Klien mendapat perlindungan dari lingkungan untuk mengontrol perilaku kekerasan.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.1. Bina hubungan saling percaya
1.1.1. Salam therapeutik dam empati
1.1.2. Perkenalan
1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang
1.1.5. Buat kontrak yang jelas
1.2. Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaannya 
1.3. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab (orang lain, situasi, diri sendiri) perasaan jengkel/kesal

2.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal : tanda-tanda, agresif, kekerasan.
2.2. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien
2.3. Simpulkan bersama klien tanda- tanda jengkel/kesal yang dialami klien

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien 
3.2. Bantu klien untuk bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan (yang tidak membahayakan)
3.3. Bicarakan dengan klien : “Apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai ?”

4.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang digunakan klien
4.2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan klien
4.3. Tanyakan pada klien “Apakah ia ingin cara yang baru yang sehat ?”

5.1. Tanyakan pada klien “Apakah ia mengetahui cara lain yang sehat ?”
5.2. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat
5.3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat
5.3.1. secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, atau memukul bantal/kasur, atau olah raga, atau pekerjaan yang memerlukan tenaga
5.3.2. secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal/jengkel : “saya kesal anda berkata seperti itu : “saya marah karena mama tidak memenuhi keinginan saya”
5.3.3. Secara sosial : latihan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat : latihan asertif, latihan manajemen perilaku kesehatan (MPK)
5.3.4. Secara spritual : sembahayang, berdo’a atau ibadah lain : meminta pada tuhan untuk 

6.1. Gali pendapat klien tentang pengungkapan marah secara asertif/sehat
6.2. Beri reinforcement positif terhadap pendapat klien yang benar
6.3. Jelaskan pada klien tentang cara ungkapan marah yang sehat
6.4. Lakukan latihan asertif secara individual dengan cara bermain peran
6.5. Motivasi klien untuk terapkan cara marah yang asertif pada situasi nyata
6.6. Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok : latihan asertif
6.7. Beri umpan balik positif setiap klien mencoba melakukan marah yang sehat

7.1. Diskusikan bersama keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab klien marah, cara menghadapi klien yang sedang marah
7.2. Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

8.1. Menjelaskan macam, dosis dan frekuensi/jam makan obat
8.2. Dorong klien mengidentifikasi manfaat makan obat
8.3. Observasi efek samping obat
8.4. Diskusikan dengan dokter, efek dan efek samping yang ada
(http://deasbatamisland.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan.html)

OTITIS MEDIA

Pengertian

Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :

· Otitis Media Akut

· Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)

· Otitis Media Kronik

Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi.

Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi.

Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.

Etiologi

Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

Patofisiologi

Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

Manifestasi Klinis

v Otitis Media Akut

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.

· Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.

· Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani

· Keluhan nyeri telinga ( otalgia )

· Demam

· Anoreksia

· Limfadenopati servikal anterior

v Otitis Media Serosa

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

v Otitis Media Kronik

Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.

Pemeriksaan Diagnostik

  1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
  2. Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
  3. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

Penatalaksanaan Medis

Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien

Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.

Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan.

Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis (parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN OTITIS MEDIA

Pengkajian

o Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal

o Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses infeksi)

o Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher

o Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan berkalori

o Kaji kemungkinan tuli.

Diagnosa Keperawatan

v Nyeri R/t Inflamasi pada jaringan telinga tengah

v Perubahan Sensori – Persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran

v Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis ; facial palsy

v Ancietas R/t Prosedur pembedahan ; Miringopalsty / mastoidektomi

Intervensi Keperawatan

v Nyeri R/t proses inflamasi pada jaringan telinga tengah

Tujuan : Penurunan rasa nyeri

Intervensi :

o Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien

o Berikan analgetik sesuai indikasi

o Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll

v perubahan sensori – persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi pada organ pendengaran.

Tujuan : memperbaiki komunikasi

Intervensi :

o mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien

o Memandang klien ketika sedang berbicara

o Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak

o Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir

o Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.

o Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klien

o Bila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.

v Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis

o Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahulu

o Beritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut dari penyakit tersebut

o Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.

v Ancietas R/t prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.

o Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.

o Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk diketahui klien sebelum pembedahan

o Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth., 1997, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Gale, Danielle.RN,MS.,& Jane Charette, RN., 1996, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta.

Price, Sylvia.A.,& Lorraine M.Wilson., 1995, Patofisiologi edisi 4 buku 2, EGC, Jakarta.

Robbins & Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II edisi 4, EGC, Jakarta.

PENGKAJIAN

Riwayat Penyakit

Riwayat merokok pada pasien, atau sering terpajan dengan asap rokok, pola aktivitas dengan melakukan aktivitas yang berat.

Pemeriksaan Fisik

· Tanda-tanda vital

Tekanan darah menurun dan nadi cepat.

· Sistem Pencernaan

Anoreksia, mual, muntah, stomatitis, mukolitis, dyspepsia atau disfagia, BB menurun.

· Sistem muskuloskeletal

Kelemahan, penurunan massa otot/jaringan

· Sistem Pernafasan

Dispnea, suara nafas menurun/menghilang & adanya suara tambahan seperti rale (krekels), mengi, ronki dengan auskultasi. Perubahan pada pola dan frekuensi pernafasan.

· Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah menurun, nadi cepat, dan sianosis.

Pemeriksaan Diagnostik

· Foto ronsen torak, Scan CT dada, tomografi paru dan MRI : untuk menentukan adanya massa.

· Sitologi sputum, bronkoskopi dengan menyikat atau mencuci, jarum biopsy, mediastinoskopi, biopsi skala nodus : untuk menentukan massa kanker.

· Torakotomi bila jaringan tidak dapat diperoleh.

· Titer enzim Carcynoembrionic Antigen (CEA) : kadar CEA yang tinggi mengindikasikan kehadiran tumor yang semakin ekstensif.

Penatalaksanaan/ pengobatan

Rejimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi.

Pembedahan untuk pasien dengan NSCLC stadium I, II, IIIa.

KONSEP DASAR

PENDAHULUAN

Kanker paru merupakan suatu bentuk keganasan dari system pernafasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari mukosa bronkus.

Tumor paru dapat berupa benigna atau meligna. Tumor paru maligna dapat primer, yang timbul di dalam paru atau mediastinum, atau dapat merupakan metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Tumor paru metastatik seringkali karena aliran darah membawa sel-sel kanker yang bebas dari kanker primer dimana saja di dalam tubuh ke paru. Tumor tumbuh di dalam dan di antara alveoli dan bronki, mendorong alveoli dan bronki sejalan dengan pertumbuhan mereka. Proses ini dapat terjadi selama waktu yang lama, menyebabkan beberapa gejala atau tidak sama sekali.

Banyak tumor paru timbul dari epitelium bronchial. Adenoma bronchial adalah tumor yang tumbuh lambat, biasanya benigna, tetapi mereka dapat sangat vascular dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala perdarahan dan obstruksi bronchial.

Karsinoma bronkogenik adalah tumor maligna yang timbul dari bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang timbul jauh di luar paru. Juga terdapat beberapa tipe kanker paru intermediate atau jenis yang tidak dapat dibedakan, diidentifikasi melalui jenis selnya.

ETIOLOGI

Etiologi dari Karsinoma bronkogenik sebenarnya belum diketahui, tetapi ada beberapa factor risiko yang erat hubungannya dalam peningkatan insidens penyakit ini, antara lain :

· Merokok (perokok I)

Kanker paru adalah sepuluh kali lebih umum terjadi pada perokok dibandingkan pada bukan perokok.

· Perokok kedua

Individu secara involunter terpajan pada asap rokok dalam lingkungan yang dekat berisiko terhadap terjadinya kanker paru.

· Polusi udara

Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer termasuk sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan polutan pabrik.

· Pemajanan okupasi

Pemajanan kronik terhadap karsinogen industrial, seperti arsenik, asbestos, dll.

· Radon

Radon adalah gas tak berwarna, tidak berbau terdapat dalam tanah, gas ini dikaitkan dengan pertambangan uranium.

· Vitamin A

Vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel. Diet rendah vitamin A berkaitan dengan terjadinya kanker paru.

· Factor lain-lain

Termasuk factor predisposisi genetic dan penyakit pernafasan lain seperti PPOM dan Tuberkulosis.

MANIFESTASI KLINIS

· Gejala kanker paru paling sering adalah batuk. Batuk mulai sebagai batuk kering (hacking), tanpa sputum, tapi berkembang sampai titik dimana bentuk sputum yang kental, purulen dalam berespons terhadap infeksi sekunder

· Pasien demam terjadi sebagai gejala dini dalam berespons terhadap infeksi yang menetap pada area pneumonitis ke arah distal tumor.

· Nyeri pada bahu, lengan dan dada.

· Hemoptisis, dispnea, sesak nafas, mengi, keletihan.

· Disfagia, anoreksia, BB menurun,

· Sindrom vena kava superior

· Edema kepala dan leher

· Gejala efusi pleura atau pericardial.

· Anemia tampak pada akhir penyakit

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Kemungkinan-kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang bisa muncul pada klien :

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dari paru dengan permukaan yang terkena kanker.

Tujuan : okisgenasi jaringan dapat dipertahankan

Intervensi :

1. kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, dan mudah timbul dispnea, menggunakan otot-otot aksesori dan/atau sianosis.

R/ : perubahan dalam pola dan/atau frekuensi pernafasan, sianosis, dispnea, atau menggunakan otot-otot Bantu nafas mungkin mengindikasikan distress pernafasan dan memerlukan intervensi segera.

2. auskultasi suara nafas, kaji penurunan atau hilangnya ventilasi, dan adanya suara-suara tambahan seperti rale (krakels), mengi, ronki.

R/ : suara nafas menurun/hilang mengindikasikan kolaps paru atau adanya suara tambahan mengindikasikan kebutuhan intervensi tambahan.

3. kaji perubahan kesadaran, status mental, gelisah, peka rangsang.

R/: adanya hal-hal ini mungkin mengindikasikan penurunan oksigenasi jaringan otak.

4. kaji hasil analisa gas darah jika dilaksanakan.

R/: difusi dan pertukaran Oksigen dan Karbondioksida dipengaruhi jika ketersediaan permukaan jaringan berkurang atau menurun dan mungkin mengakibatkan ketidakseimbangan asam basa yang memerlukan intervensi segera.

5. anjuran untuk batuk efektif dan nafas dalam

R/: membantu untuk mengeluarkan sekresi.

6. anjurkan minum minimal 2 liter per hari

R/: peningkatan masukan cairan diperlukan untuk menghilangkan sekresi dan lebih mudah untuk membatukkannya.

7. berikan posisi semi fowler atau fowler tinggi atau izinkan untuk duduk di kursi

R/: meningkatkan potensi ventilasi secara maksimal.

8. berikan oksigen sesuai kebutuhan, biasanya dengan kanula 2-3 liter/menit.

R/: membantu mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat tanpa menekan pusat kendali pernafasan.

9. berikan aerosol atau pengobatan nebulizer sesuai kebutuhan

R/: meningkatkan potensial ventilasi maksimum

10. berikan bronkodilator sesuai kebutuhan

R/: meningkatkan terbukanya jalan nafas.

11. berikan antibiotik sesuai pesanan

R/: infeksi muncul dan hilang secara teratur pada permukaan paru karena adanya pertukaran gas.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu mencerna makanan.

Tujuan : pasien makan cukup makanan untuk mempertahankan BB dalam 5 % BB dasar.

Intervensi :

1. kaji adanya anoreksia, mual, muntah (berapa kali dan jumlah), stomatitis, mukolitis, dyspepsia, atau disfagia.

R/: tanda dan gejala yang b.d kemoterapi atau radiasi yang mempengaruhi mukosa oral atau gastrointestinal yang membuat pencernaan makanan jadi sulit.

2. kaji makanan yang disukai dan atau yang tidak disukai

R/: memberikan informasi untuk perencanaan diet

3. kaji adanya rasa cepat kenyang, jika ada anjuran pasien untuk makan saat tidak merasa lapar.

R/: meningkatkan pemasukan makanan

4. kaji penurunan BB, kelemahan, penurunan massa otot/jaringan, kakeksia

R/: akibat dari pengaruh metabolic tumor pada metabolisme tubuh dan jeratan-jeratan nutrien dengan memecah sel tumor secara cepat.

5. berikan obat antiemetik sebelum makan

R/: mencegah mual dan muntah dan meningkatkan pemasuka makanan yang adekuat.

6. berikan kemoterapi saat malam hari

R/: menurunkan stimulus pada pusat muntah dan mengurangi mual berkaitan dengan peningkatan waktu tidur.

7. berikan perawatan mulut sebelum makan dan atau anestesi local/topical jika ada masalah nyeri mulut/oral.

R/: stomatitis dari kemo/radioterapi dapat menyebabkan mukosa kering, iritasi dan amat nyeri yang membuat kesulitan untuk makan.

8. tawarkan saliva buatan jika ada masalah mulut kering.

R/: meningkatan kelembaban dalam rongga mulut yang merupakan efek samping dari radiasi.

9. tawarkan makanan sedikit tapi sering.

R/: mencegah distensi berlebihan dari lambung yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada diafragma, yang membuat kesulitan bernafas.

10. tawarkan kudapan dengan tinggi protein, kalori, dan atau cairan pengganti yang mumdah dikonsumsi.

R/: memberikan masukan tinggi kalori dan protein untuk emmpertahankan cadangan protein dan mencegah keletihan.

11. tawarkan anggur, brendi, atau megace sebelum makan.

R/: tindakan untuk menstimulasi nafsu makan.

12. tawarkan makanan lunak yang dihaluskan seperti es krim dan pudding.

R/: makanan yang mudah dicerna, tidak menimbulkan iritasi pada saluran gastrointestinal.

13. tawarkan makanan yang bersih, warna yang menarik dan bebas dari bau lingkungan.

R/: meningkatkan masukan karena bau dan stimulasi berlebihan dan tidak enak dapat meningkatkan ansietas dan mual.

3. Ansietas b.d merasakan ancaman pada diri sehubungan dengan kanker.

Tujuan : tingkat kecemasan menurun dan terpelihara pada tingkat yang dapat diterima.

Intervensi :

1. kaji tanda dan gejala adanya ansietas

R/: membantu dalam mengidentifikasi berat-ringannya ansietas.

2. gunakan satu sistem pendekatan yang tenang yang meyakinkan.

R/: meningkatkan kepercayaan pada lingkungan

3. lakukan teknik mendengar aktif

R/: mendorong pengungkapan perasaan.

4. dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang sesuai

R/: mekanisme pertahanan membantu dalam koping selama periode stress.

5. beri obat untuk menurunkan ansietas sesuai kebutuhan.

R/: meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah

4. Koping tidak efektif b.d diagnosis kanker dan prognosis tidak menentu.

Tujuan : ansietas, kekuatiran, dan kelemahan menurun pada tingkat yang dapat diatasi : mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan.

Intervensi :

1. gunakan pendekatan yang tenang dan berikan satu suasana lingkungan yang dapat diterima.

R/: membantu pasien dalam membangun kepercayaan pada tenaga kesehatan

2. evaluasi kemampuan pasien dalam pembuatan keputusan.

R/: membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan.

3. dorong sikap harapan yang realistis

R/: meningkatkan kedamaian diri.

4. dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai

R/: meningkatkan kemampuan untuk menguasai masalah.

5. nilai kebutuhan atau keinginan pasien terhadap dukungan social

R/: memenuhi kebutuhan pasien.

6. kenalkan pasien pada seseorang atau kelompok yang telah memiliki pengalaman penyakit yang sama.

R/: memberikan informasi dan dukungan dari orang lain dengan pengalaman yang sama.

7. berikan sumber-sumber spiritual jika diperlukan

R/: untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 3, Jakarta, EGC, 2002

Dudley, H.A.F., Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992.

Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta, Hipokrates, 1996

Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

LINK IKLAN

PELUANG JADI AGEN PULSA

DOWNLOAD ASKEP LENGKAP

Dapatkan materi lengkap seputar keperawatan/Asuhan Lengkap dan Murah!!!


PROGRAM LAPTOP GRATIS!!!
Daftar Rp 50 ribu punya kesempatan memiliki laptop gratis. Kunjungi: http://www.obral-laptop.cjb.net


Pengikut